INFOCHANELNASIONAL.COM,WAJO---Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD ) Kabupaten Wajo, menerima aspirasi sengketa
pengelolaan tanah pertanian milik adat
di desa Sogi, Kecamatan Maniangpajo, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan (Sulsel).
Selasa, (16/06/2020) pukul.13.00 wita
Anggota DPRD Kabupaten Wajo, yang bertugas menerima
aspirasi, adalah Ketua Komisi III, (Taqwa Gaffar), H. Zainuddin Ambo Zaro, Herman
Arif, Ketua Bapemperda( Junaidi Muhammad), Andi Bakti Werang.
Ketua Komisi III, Taqwa Gaffar, selaku ketua penerima
aspirasi, diawal membuka penerimaan menyampaikan kalau penerimaan aspirasi
diatur dalam tata tertib dan aspirasi itu mekanismenya adalah kemasyarakatan,
diterima penyampaiannya, dicatat, kemudian disampaikan ke pimpinan untuk dikaji
lebih dalam dan ditindaklanjuti ke komisi terkait yang membidangi.
“Jadi untuk menghadirkan sesuai isi surat aspirasi dari Bupati, Kapolres, Kejaksaan, Dandim 1406 Wajo,
di penerimaan aspirasi tidak diatur dalam tata tertib ,”papar Taqwa Gaffar
Juru bicara Perangkat Adat Masyarakat Adat To Kalola, And
Nuzul Qadri, bahwa datang kembali untuk tindak lanjut aspirasi dua minggu lalu dengan
lebih dahulu mengirmkan surat.
Kami dari Perangkat Adat Masyarakat To Kalola, meminta
Kepala Daerah Kabupaten Wajo bersama DPRD Kabupaten Wajo menjalangkan
undang-undang dasar (UUD) 1945, Pasal 18 ayat b terhadap masyarakat adat To
Kalola.
Sementara Kepala Desa Sogi, Kecamatan Maniangpajo, Basri HD,
mengatakan, kenapa masalah kisru pengelolaan tanah adat To Kalola dibawa ke
DPRD Kabupaten Wajo karena menyangkut orang banyak dan kewalahan menanganinya,
ucapnya di hadapan anggota DPRD.
“Saya mulai menjadi kepala dusun, sekretaris desa, kemudian
menjadi Kepala Desa Sogi, selalu terjadi sengketa pengelolaan tanah adat, itu
karena belum adanya legalitas resmi . Karena kenyataan di bawa kedua kubu
membuat SK, yang mana mau saya layani,
makanya saya mengajak anggota DPRD Kabupaten Wajo untuk turun bersama meninjau
keberadaan tanah adat To Kalola,”kata Basri HD
Lebih lanjut Basri memaparkan bahwa luas tanah pertanian
Adat To Kalola ada 80 hektar, dan masyarakat mempertanyakan ke pemerintah, tentang SK yang dibuat oleh
Pung Datu Kalola bagaimana legalitasnya, karena ini yang menjadi masalah,
karena ada oknum yang membuat SK juga, sementara kita ada dasar dari Pung Datu
Kalola, ucapnya
Hal senada juga diakui oleh Kadus Watangkalola, Desa Sogi,
Muhammad Bakri adanya kelompok baru yang ingin masuk mengelola Tanah Adat To
Kalola yang dimotori oleh Suardi Nyompa, yang juga telah menyusun struktur
pengurus dan panitia penggarapan tanah adat, terangnya
“Kelompok itu sudah menghadap ke Wakil Bupati Wajo, dan
membuat disposisi yang ditujukan ke Kepala Desa Sogi, untuk mengatur
pengelolaan penggarapan tanah pertanian,”jelas Bakri
Sementara Ketua Bapemperda, Junaidi Muhamamd lebih fokus
menggali dan mempertanyakan akar persoalan dan meminta data yang akurat terkait
kepengrusan tanah adat To Kalola, untuk menjadi bahan pembahasan di komisi
terkait pada rapat tindak lanjut setelah diteliti.
Dari anggota DPRD Kabupaten Wajo, dan juga Perwakilan dan
keturunan Datu Kalola, Andi Bakti
Werang, merasa bertanggung jawab atas secara moral atas adanya konflik Tanah
Adat To Kalola, bahwa inilah yang perlu dikaji dan diteliti, kenapa sikap masyarakat
seperti itu, padahal sama keputusannya.
“Saya harap inilah yang perlu ditelusuri yang mengklaim
dirinya mau masuk mengurus Tanah Adat To Kalola, pada hal sudah ada pengurusnya
sejak 2008 sampai 2019 tidak ada masalah
nanti pada tahun 2020 ini ada pihak lain yang mau masuk juga mengelola Tanah
Adat To Kalola,”harap Andi Bakti Werang
Herman Arif selaku anggota DPRD Kabupaten Wajo, dari Komisi
II, lebih cenderung menginisiasi adanya pembentukan peraturan daerah (PERDA)
yang mengatur tentang pengelolaan tanah adat, agar kalau sudah ada dasar hukum,
lebih mudah diatur dan meminimalisir
adanya konflik berkepanjangan.
Sebelum menutup, Ketua Komisi III, Taqwa Gaffar, bahwa
aspirasi ini akan ditindak lanjuti secara tehknis pada rapat selanjutnya, di Komisi IV yang membidangi kebudayaan, dan
akan menghadirkan semua pemangku adat yang mengetahui masalah Tanah Adat To
Kalola, tutupnya (Lis)
Editor:Muhlis